• Tentang Pondok Pesantren Alkhoirot

    Pondok Pesantren Al-Khoirot (Alkhoirot) Karangsuko Pagelaran adalah Pondok Pesantren yang sejak lama mempunyai misi untuk mendidik dan mengembangkan pengetahuan santri di bidang ilmu agama, hal ini berlangsung sejak di dirikan sampai pada saat ini. Seiring dengan perkembangan zaman, terdapat tuntutan dari masyarakat untuk menyelenggarakan pendidikan formal yang alumnusnya diakui oleh pemerintah dan dapat melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi.

  • Keringnya Karya Ilmiah di Pesantren

    Membuat suatu karya tulis, apalagi yang dapat disebut magnum opus, bukanlah tradisi pesantren. Seorang santri yang murni lulusan pesantren dan tidak pernah mengenyam bangku perguruan tinggi yang berhasil menulis karya ilmiah yang berkualitas tinggi adalah fenomena langka. Ini terjadi karena disebabkan oleh banyak faktor, salah satunya adalah kurikulum yang kurang visioner.

  • Meningkatkan Tradisi Menulis Santri

    Penerbitan Buletin Al-Khoirot secara teratur setiap bulan adalah salah satu upaya untuk membiasakan budaya tulis di kalangan santri pesantren mengingat betapa pentingnya budaya tulis untuk melestarikan pemikiran, pencatatan sejarah, dan akselerasi informasi. Karena, ada banyak kasus di mana gemar membaca saja tidak cukup untuk mencapai tujuan keilmuan.

  • Mengapa Menulis itu Penting

    Mengapa tradisi menulis penting bagi santri santri? Agar keilmuan, hikmah dan pengalaman yang kita miliki dapat dinikmati tidak hanya oleh murid atau santri yang mendengarkan bimbingan kita secara langsung, tapi juga siapa saja yang membaca tulisan kita. Baik di masa kita hidup, maupun puluhan atau bahkan ratusan tahun setelah kita meninggal dunia.

  • Bagaimana Memulai Menulis

    Kebiasaan menulis akan membuat kita akan terbiasa menghargai orang dari isi otaknya bukan dari umur atau senioritasnya apalagi jabatannya. Di sisi lain, membiasakan mengirim tulisan ke media membuat sikap kita jadi kompetitif. Sekedar diketahui, untuk media seperti Kompas atau Jawa Pos, tak kurang dari 70 tulisan opini yang masuk setiap hari, dan hanya 4 tulisan yang dimuat.

Tentang Buletin SANTRI

BULETIN SANTRI merupakan media tulis yang diterbitkan oleh Pustaka Al-Khoirot, Pondok Pesantren Al-Khoirot Karangsuko Malang. Terbit setiap bulan sebagai media tulis baca di kalangan santri madrasah diniyah Al-Khoirot. Selengkapnya

Tujuan

Membangkitkan kembali tradisi menulis di kalangan santri. Sebuah tradisi yang menjadi pencapaian yang amat dibanggakan pada era keemasan Islam (Islamic Golden Age). Penerbitan empat buletin oleh Pesantren Al-Khoirot setiap bulannya adalah salah satu langkah ke arah itu. Selengkapnya

Kontak Kami

Alamat kontak surat menyurat dan pertanyaan pada Redaksi seputar Buletin SANTRI Pondok Pesantren Al-Khoirot dapat melalui alamat-alamat berikut: Alamat Pos MA Madrasah Aliyah Al-Khoirot Jl. KH. Syuhud Zayyadi 01 Karangsuko Selengkapnya

17 Mei 2011

Tasawuf Sunni di Indonesia

Posted by Buletin Santri Al-Khoirot On 14.05 No comments

Buletin Santri Edisi 33/Vol 4/Februari 2011 Tasawuf Sunni di Indonesia 

Tasawuf Islam: Seperti dicatat Alwi Shihab dalam bukunya "Islam Sufistik, Islam Pertama Dan Pengaruhnya hingga Kini di Indonesia": Tasawuf sendiri tidak sepi konflik, khususnya antara tasawuf sunni dan tasawuf falsafi, tatkala pada akhir abad ke-6 H bermunculan tarekat-tarekat yang sebagian besar mulai mengorientasikan pandangannya pada fiqih dan syari'at.

Tasawuf sunni dengan tokoh pertamanya yang menonjol, Ar-Raniri, menolak dan mencela tasawuf falsafinya Hamzah Fansuri. Dengan fatwa yang menyeramkan ia menjatuhkan veto kafir atas ajaran Fansuri.

Menurut Ar-Raniri, tasawuf falsafi tak lebih sebagai ajaran kebatinan dan kejawen, dan bahkan Nasrani yang berbaju Islam.Dalam babakan sejarah peradaban Islam awal, tasawuf falsafi tak ubahnya anak haram; selalu dikejar-kejar dan disingkirkan seperti anjing kurap penyebar virus berbahaya bagi akidah. Puncak dari perseteruan itu tatkala Sitti Jenar dieksekusi mati oleh dewan wali (Wali Songo) karena dianggap telah keluar dari rel ajaran Islam murni. 

Benarkah tasawuf falsafi telah menyimpang? Tampaknya tidak. Dari sinilah kita melihat bagaimana Alwi Shihab dengan jenial dan piawai melakukan rangkaian pembelaan dan anotasi kesalahan persepsi Ar-Raniri atas ajaran tasawuf Fansuri.

Menurut Alwi, Ar-Raniri menyerang Fansuri dengan tidak mengikuti pendekatan "ilmiah obyektif" melainkan cara-cara propaganda apologetik. Ia menghujat penganut tasawuf falsafi sebagai murtad yang kemudian dihalalkan darahnya dan menyebabkan jatuhnya ribuan korban yang tak berdosa.

Adalah benar, kata Alwi, Ar-Raniri cukup berjasa dalam menancapkan akar tasawuf sunni, tetapi jasa baik itu tak lantas membuat kita menutup mata dari kesewenang-wenangan fatwanya yang menyeramkan. (hlm 264)

Kesalahan fatal penganut tasawuf sunni adalah kesimpulan mereka bahwa ajaran Ronggowarsito merupakan diaspora dari tasawuf falsafi. Padahal dalam karya-karya sosok yang disebut-sebut Bapak Kebatinan Indonesia ini, seperti Suluk Jiwa, Serat Pamoring Kawula Gusti, Suluk Lukma Lelana, dan Serat Hidayat Jati, yang sering diaku-aku Ronggowarsito berdasarkan kitab dan sunnah, menyimpan beberapa kesalahan tafsir dan transformasi pemikiran yang sangat mencolok.Bahkan, Alwi menemukan bahwa Ronggowarsito hanya mengandalkan terjemahan buku-buku tasawuf dari bahasa Jawa dan tidak melakukan perbandingan dengan naskah asli bahasa Arab. Lagi pula Ronggowarsito sendiri belum pernah bersentuhan langsung dengan karya-karya Al-Hallaj maupun Ibn 'Arabi yang merupakan maestro tasawuf falsafi.

Boleh dibilang Ronggowarsito memang tak berhasil memahami ajaran "murni" tasawuf. (hlm 266)

Maka bagi Alwi adalah aneh bila tasawuf falsafi dipresepsi sebagai aliran kebatinan dalam ajaran Hindu dan Buddha, seperti dituduhkan kalangan tasawuf sunni. Justru, seperti pengantar yang ditulis KH Abdurrahman Wahid untuk buku ini, reaksi atas perkembangan tasawuf falsafi yang rasional inilah orang Jawa mengembangkan kebatinan, doktrin-doktrin yang sinkretik, yang justru bisa diatasi ketika ajaran "panteisme" Al-Hallaj masuk lewat perantaraan Sitti Jenar. (hlm xxvi)

Belum lagi doktrin-doktrin wahdah al wujud Ibn 'Arabi dan ilmu hudhuri (iluminasi) Suhrawardi, yang juga menjadi rujukan utama tasawuf falsafi, mampu menampung kebutuhan sementara kaum kebatinan atau kaum sinkretik Hindu dan Buddha. Oleh karena itu, sungguh tak arif rasanya bila kemudian kita mengatakan bahwa perkembangan tasawuf sunni merupakan satu-satunya variabel yang menyemarakkan aktivitas keagamaan di Nusantara. Kita juga harus menerima bahwa orang-orang berpaham kebatinan yang merupakan tetesan penerus tasawuf falsafi yang dibawa Al-'Arabi dan Al-Hallaj dan diperkenalkan Fansuri dan Sitti Jenar sebagai bagian dari penyebaran Islam.

0 komentar:

Posting Komentar

Artikel Terbaru Alkhoirot Network